5 Mitos Keliru soal Android


Inwepo News - Di tengah persaingan pasar smartphone yang sengit, tak jarang kita temui kampanye negatif yang dilakukan sang pesaing.

Ketakutan (fear), ketidakpastian (uncertainty), dan keraguan (doubt), atau sering disingkat FUD, menjadi taktik pemasaran yang dianggap ampuh.

Untungnya platform yang kompetitif sering didukung oleh pengguna setia yang mau merogoh kocek demi perangkat pujaannya. Selain itu, sebagian dari mereka juga rela menulis review di internet sebagai bentuk perlawanan terhadap rumor.

Internet menjadi media ampuh untuk menyebarkan berita, termasuk berita palsu, seperti kematian selebritas, gosip, atau mitos. Begitu tersebar di internet, Anda tidak bisa menghentikannya walau ternyata kabar tersebut tidak benar.

Begitu juga untuk platform mobile. Banyak mitos keliru yang dikaitkan dengan Android , dan mitos tersebut terus berkembang. Berikut lima di antaranya, seperti dikutip KompasTekno dari Android Authority:

1. Android itu rumit

Banyak yang beranggapan bahwa smartphone dengan sistem operasi Android itu sulit digunakan. Pada kenyataannya, ikon-ikon dan menu yang ditampilkan Android lebih mudah dipelajari.

Kebanyakan pemakai Android baru berasal dari feature phone (ponsel dengan kemampuan dasar). Feature phone memiliki ikon yang kaku dan pilihan menunya berlapis-lapis. Berbeda dengan sistem operasi Android yang dibuat agar antarmukanya bisa dijelajahi dengan mudah dan gampang dipelajari.

Dalam setiap versi terbarunya, antarmukanya selalu ditingkatkan. Tidak ada perbedaan penggunaannya dibandingkan dengan platform lain.

Data IDC yang baru-baru ini dikeluarkan menunjukkan pangsa pasar Android mencapai 80 persen. Hal tersebut menunjukkan betapa banyak orang yang bisa dengan cepat mengadopsi Android.

2. Android membutuhkan aplikasi Task Killer

Banyak yang berpendapat bahwa Android membutuhkan aplikasi Task Killer yang berguna untuk menutup aplikasi yang sudah digunakan dan agar tidak berjalan di background.

Pada awal-awal beredarnya smartphone Android, banyak aplikasi Task Killer yang diunduh pengguna. Aplikasi lain yang sejenis juga banyak diminati. Apakah benar Task Killer bisa menghemat baterai Android?

Beberapa argumen mengatakan, Task Killer bisa menghemat baterai, tetapi yang berpendapat sebaliknya pun banyak. Seperti diskusi yang terjadi di situs Lifehacker, ada yang mengatakan stabilitas dan baterai lebih baik saat Task Killer di-uninstall.

Untuk membuktikannya sendiri, coba saja hapus aplikasi Task Killer di perangkat Android Anda, kemudian bandingkan performa dan daya tahan baterainya.

3. Android banyak "malware"

Malware Android memang banyak beredar. Namun, bagi pengguna kebanyakan, Android sangatlah aman. Untuk melindungi Android pun pengguna bisa melakukannya dengan mudah.

Setiap aplikasi dalam Android akan meminta izin akses dari pengguna dan pengguna bisa memutuskan sendiri apakah ingin menginstal aplikasi tersebut atau tidak.

Jika masih merasa rumit, masih ada alternatif dengan menginstal aplikasi keamanan yang independen. Jangan memasang aplikasi di luar Google Play Store karena kebanyakan malware berasal dari sumber pihak ketiga.

Untuk mengidentifikasi malware, jangan buru-buru melakukan update suatu aplikasi, baca dahulu ulasan dan lihat jumlah download-nya. Lakukan hal yang sama saat Anda browsing di PC, seperti tidak mengklik tautan atau attachment e-mail yang mencurigakan.

Terakhir, jangan root Android Anda. Bagian terlemah dari Android adalah penggunanya. Jika pengguna mem-bypass lapisan keamanan yang dibuat dalam Android, maka pengguna membahayakan smartphone-nya sendiri.

4. Semua "smartphone" Android sama

Banyak pengguna yang mengatakan semua Android, merek dan model apa pun, itu smartphone yang payah. Saat ditelusuri, mereka ternyata menggunakan smartphone Android dengan spesifikasi rendah dan biasanya dijual murah.

Google telah meningkatkan pengalaman penggunaan Android dan mengoptimalkan layanannya sehingga pengguna tidak butuh hardware canggih untuk menikmati platform ini.

Sayangnya, kadang vendor smartphone memasang aplikasi tambahan lain, seperti antarmuka buatan mereka sendiri dan pemakai Android memasang bloatware, sehingga pekerjaan Google menjadi sia-sia.

Sisi positif dengan tidak adanya batasan dalam Android adalah, pengguna bisa memilih beragam perangkat dan harga yang bervariasi. Namun, sisi negatifnya adalah adanya kecacatan produk.

Bacalah review banyak-banyak agar Anda bisa memilih smartphone Android yang sesuai dan tidak harus merogok kocek dalam-dalam.

5. Android lebih sering bermasalah dibanding produk kompetitor

Pada saat awal smartphone Android muncul, banyak yang berkata platform ini lambat. Aplikasi milik Android juga dibilang lebih sering crash dibanding platform lain.

Yang sebenarnya terjadi adalah, tidak seiring sejalannya update antara hardware dan software. Pengembang aplikasi kadang membutuhkan waktu untuk mengoptimalkan aplikasinya tiap kali ada update hardware.

Beberapa studi menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Seperti data dari Crittercism yang dimuat majalah Forbes yang mengatakan bahwa aplikasi iOS lebih sering crash dibanding aplikasi Android. Namun, setahun kemudian, ternyata aplikasi iOS 6 lebih baik dibanding yang berjalan dengan Jelly Bean.

Setiap pengguna smartphone pasti pernah mengalami crash. Komplain yang lebih banyak dari Android kemungkinan berasal dari pengguna smartphone murah dengan hardware yang underpowered, antarmuka yang telah dikustomisasi, serta bloatware yang diinstal.

Smartphone atau tablet Android yang bagus tidak sering mengalami lag atau crash dibanding perangkat platform lain. Perlu diingat juga bahwa “bagus” belum tentu memiliki spesifikasi terbaik.

Sumber

Comments